Biografi Raden Ajeng Kartini Terkait Kehidupan Masa Mudanya, Baca Selengkapnya di Sini!
Raden Ajeng Kartini sebagai tokoh pelopor emansipasi wanita di Indonesia memiliki kisah tersendiri. Berikut Biografi Raden Ajeng Kartini Terkait Kehidupan Masa Mudanya.
Masa Kecil
Kartini merupakan anak yang yang aktif dan tidak mau diam dan duduk termenung. Ia selalu bergerak dan ada saja yang dikerjakannya. Kadang ia berlari-larian, melompat-lompat, dan bahkan memanjat pohon.
Pada Biografi Raden Ajeng Kartini, tiap hari ia selalu asik bermain bersama Mbok Lawijah yang selalu setia menemaninya. Pada waktu kurang dari lima belas bulan, ia memiliki adik perempuan.
Ia merasa senang luar biasa ketika memiliki seorang adik. Makin besar dan bertambah umurnya, si kecil trinil iki makin pandai dan cerdas.
Masa Kanak-kanak
Pada waktu masih muda dan kanak-kanak, seperti halnya anak-anak sebaya ia pun terkenal cukup nakal. Si kecil trinil selalu mempelopori adiknya untuk berulah.
Sedangkan adik-adiknya hanya mengikutinya saja. Pernah suatu hari, karena nakalnya mereka bertiga dimasukkan ke dalam kamar dan dikunci oleh Mbah Sosro.
Namun, Kartini dan adik-adiknya mendapatkan suatu cara yang amat baik. Mereka bertiga keluar kamar melalui jendela kemudian bermain dan memanjat pohon jambu serta bersenang-senang.
Masa Bersekolah
Masa bersekolah merupakan masa yang paling menyenangkan bagi RA Kartini. Pada masa ini ia memiliki banyak teman, sahabat, dan kenalan.
Ia merupakan sosok yang ramah dan mudah bergaul dengan orang. Tidak ada hal lain yang mengganggunya sehingga ia hanya memikirkan bersekolah dan bermain-main saja.
Setiap hari libur atau hari Minggu, ia bersama saudara-saudaranya pergi berenang ke Pantai Jepara. Mereka pergi bersama Mbok Mangunwikromo dan pergi bersenang-senang bersama.
Kejadian Berkesan Pada Masa Sekolahnya
Pada masa sekolah, Raden Ajeng Kartini mengalami suatu kejadian yang membekas di benaknya. Kejadian yang membukakan hatinya bahwa ia memiliki perbedaan dengan anak-anak gadis Eropa lainnya.
Berbeda dengan laki-laki, ia sadar bahwa nasib anak gadis Jawa harus menurut dan menikah dengan orang yang tidak dikenal nantinya. Seorang temannya bernama Letsy berkata bahwa ia belajar bahasa prancis agar bisa melanjutkan pendidikan ke belanda dan mengejar cita-citanya.
Hal ini membuat Kartini sadar bahwa bahkan ia tidak pernah memikirkan tentang masa depan dan cita-citanya. Seorang gadis jawa bangsawan kala itu hanya dianggap akan menjadi istri seorang bangsawan seperti bupati atau wedana.
Pembelajaran di Rumah
Selain pembelajaran di sekolah, Kartini juga mendapatkan pelajaran di rumah. Ayahnya mendatangkan seorang guru Bahasa Jawa untuk memberikan pelajaran di rumah.
Pembelajaran dilaksanakan di sore hari, mulai pukul 14.00 hingga pukul 16.00. Seorang guru bahasa Jawa tersebut bernama Pak Danoe.
Suatu ketika Pak Danoe diajak Kartini dan adik-asiknya untuk membeli rujak dan pecel bersama karena mereka malas belajar. Perbuatan mereka akhirnya diketahui oleh ayahnya sehingga mereka dimarahi dan Pak Danoe dipecat dari pekerjaannya.
Baca juga: 7 Tokoh Dunia yang Menginspirasi Banyak Orang
Pembelajaran Mengaji
Tak hanya pelajaran itu saja, RA Kartini juga belajar mengaji di rumah. Ayahnya mendatangkan guru agama yang tiap sore mengajar kartini dan saudara-saudaranya dengan penuh perhatian.
Ayah Kartini beranggapan bahwa ilmu agama tidak kalah pentingnya dengan ilmu dunia lainnya. Ilmu agama sebagai penyeimbang antara kehidupan dunia dengan akhirat nanti.
Keinginan Melanjutkan Sekolah
Pada usia 12 tahun ketika Kartini menyelesaikan Sekolah Rendah Kelas Dua Belanda di kotanya, ia mendapat nilai yang baik. Seperti halnya kawan-kawannya, anak gadis Eropa, keinginan RA Kartini untuk melanjutkan sekolahnya meluap-luap.
Pada waktu itu, tahun 1891 keadaan amat berbeda dengan sekarang. Ketika itu, seorang gadis terlebih anak bangsawan tidak boleh pergi kemana-mana setelah menginjak usia 12 tahun.
Keputusan Sang Ayah
Pada saat itu, RA Kartini merasakan suatu pergolakan dalam dirinya. Ia merasa seolah-olah seperti dibelenggu oleh aturan adat istiadat.
Ia pun menuangkan keluh kesah hatinya kepada ayahnya. Mendengar pernyataan putrinya, hati RMAA Sosroningrat terenyuh dan ikut membenarkannya dalam hati.
Namun, beliau belum berani untuk melanggar adat yang berlaku dan berkata kepada Kartini untuk menerima adat dari nenek moyang. Alangkah sedih dan hancur hati Kartini, berkat ketabahan dan jiwa besarnya ia berusaha menerima dengan lapang.
Berdasarkan Biografi Raden Ajeng Kartini diatas, dapat dicermati betapa besar keinginan RA Kartini untuk mendapatkan pendidikan. Karena itu, kaum wanita harus banyak berterima kasih, karena berkat beliau para wanita memiliki derajat yang sama dengan laki-laki.
Baca juga: Raden Ajeng Kartini dan Perjuangan di Bidang Kebangsaan